Maaf, kala itu aku terlambat.
Sekali lagi, maaf, Surat ini pun mungkin ku tulis
terlambat.
Oh, ya, aku lupa menanyakan kabarmu terlebih dulu!
Bagaimana kabarmu sekarang? Maaf jika aku menanyakan kabarmu juga terlambat.
Apa kamu masih suka mengeluhkan soal berat badanmu
itu?
Kamu selalu mengeluh padaku “Dan, gue gendut nggak, sih?”
Aku jawab dengan iseng “Iya, banget!! Sampe-sampe
kemarin pas bonceng lo, motor gue sampe rumah bannya langsung kempes!!!”
"Tuh, kaaaaan" Lalu mukamu berubah
cemberut kesal, sambil mengetuk-ngetukan kaki ke bumi, menggemaskan.
Aku tak habis pikir, mengapa kamu selalu berpikir
kamu itu gendut?
Asal kamu tahu saja, mau kamu gendut atau langsing,
di mataku kamu tetap cantik, kok.
Tapi, mungkin alasan kamu ingin selalu terlihat
langsing dari perempuan lainnya adalah… Kamu ingin membuat lelaki pujaanmu
terkesan, lelaki yang yang selalu kamu agung-agungkan setinggi langit, kamu
sering bercerita tentang dia padaku.
Kadang aku cemburu mendengar ceritamu tentangnya,
tapi, aku tak ada daya untuk cemburu. Aku, kan, cuma temanmu.
Kadang aku iri dengan lelaki itu. Mengapa dia begitu
beruntungnya dipuja-puja oleh perempuan se-cantik dan se-pintar kamu.
Tapi lelaki itu bodoh, dia malah mengacuhkanmu. Tapi
kamu tetap saja memuja-mujanya.
Lelaki itu adalah….. Ashton Kutcher.
Aku sering tertawa sendiri kalau teringat masa-masa
itu. Coba saja aku tetap bersekolah
disana.
Tapi
kenyataan berkata lain.
Aku memutuskan untuk pindah ke kampus yang
baru, pindah ke tempat yang baru. Aku memilih kuliah dan berkerja secara
berbarengan. Aku ingin mandiri. Aku, kan, laki-laki. Laki-laki yang terlambat…
hahaha!
Saat itu, kuputuskan untuk meninggalkanmu tanpa
sepatah kata pun. Tanpa meninggalkan sesuatu yang manis untuk kau kenangan, tanpa
sempat menyatakan rasa yang tersimpan.
Maaf untuk semua yang terlambat.
Aku hanya bisa menuliskan ini.
Teruntuk: 3 April 1992, untuk yang sama.
By: wildanisme